MENGENAL RIWAYAT PANGERAN NATAS ANGIN
(oleh Supriyo Ng.R., S.Pd)
Kita mafhum bahwa
berdiri tegak dan berjayanya Kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam pertama di
Pulau Jawa tempo doeloe adalah berkat dukungan dan perjuangan dari
banyak tokoh, terutama sekali karena di dukung oleh suatu dewan dakwah yang dikenal dengan sebutan “Walisanga” (Wali
Sembilan). Namun belum banyak yang mengetahui bahwa diantara tokoh – tokoh yang
dulu ikut mendukung dan memperjuangkan kejayaan kerajaan Islam Demak itu, ternyata
di dalamya terdapat tokoh dari tanah seberang, yaitu Pangeran Natas Angin
yang berasal dari Kerajaan Gowa, Makassar Sulawesi Selatan.
Siapa sih pangeran Natas Angin itu?
Pangeran Natas Angin aslinya
adalah seorang bangsawan yang berasal dari Kerajaan Gowa di Sombaopu, Makasar,
sulawesi selatan. Lahir pada tahun 1498. Siapa areng ri kale (nama
kecilnya) tidak diketahui, sedang areng paddaengang (nama gelar
kebangsawanannya) adalah Daeng
Mangemba Nattisoang. Ayahanda Daeng Mangemba Nattisoang (Pangeran Natas
Angin) adalah Raja Gowa ke-9 bernama Karaeng Tumapa’risi Kalonna yang
memerintah Kerajaan Gowa pada tahun 1491 – 1527. Ibundanya bernama I Malati
Daeng Bau’, puteri dari salah seorang pembesar kerajaan Tallo yang
tinggal di daerah Marusu’.
Konon isteri Raja Gowa ke-9 itu
banyak. Dari perkawinannya dengan I Malati Daeng Bau’, hanya menurunkan seorang
putera yaitu Daeng Nattisoang. Karena ibunda Pangeran Natas Angin ini hanya
seorang puteri pembesar kerajaan Tallo atau bukan puteri raja, maka darah
kebangsawanannya dianggap kurang penting. Dengan demikian darah kebangsawanan
Pangeran Natas Angin ini-pun dalam tata urutan Raja-raja Gowa dianggap kurang
tinggi.
Pangeran Natas Angin termasuk golongan anak
sipuwe (anak separoh) dan bukan merupakan anak pattola (putera
mahkota) yang paling memenuhi syarat berhak untuk menggantikan raja. Adapun putera
mahkota yang paling memenuhi syarat untuk menggantikan raja Gowa adalah putera-putera
yang lahir dari permaisuri. Permaisuri Raja Gowa ke-9 adalah puteri dari
Karaeng Tunilabu ri Suriwa, raja tallo ll. Dari perkawinan ini baginda dikaruniai
empat orang putera yaitu :
- Karaeng Tunipalangga (akhirnya menjadi Raja Gowa ke-10)
- Karaeng Tunibatta (akhirnya menjadi Raja Gowa ke-11 )
- I Tapicinna Karaeng ri Bone (perempuan)
- I Sapi Karaeng ri Sombaopu (Perempuan)
Masa kecil Pangeran Natas Angin
hidup dalam lingkungan keluarga kerajaan Gowa yang taat pada agama/kepercayaan
leluhur. Saat itu pengaruh Islam sama sekali belum masuk ke dalam lingkungan
keluarga kerajaan Gowa.
Sejak kecil Pangeran Natas
Angin sudah getol mempelajari berbagai macam ilmu kanuragan dan ilmu
kesaktian. Guru yang membimbingnya sejak kecil bernama Daeng Pomatte'.
Daeng Pomatte' ini adalah kakak kandung I Malati Daeng Bau', ibunda Pangeran
Natas Angin. Setelah I Malati Daeng Bau' dijadikan selir oleh raja Gowa ke-9,
Daeng Pomatte' ikut pindah ke Gowa dan diberi kedudukan sebagai “Juru
tulis" kerajaan. Jadi guru Pangeran Natas Angin ini sebenarnya masih
termasuk mamak atau pamannya sendiri
Sejak usianya tujuh tahun ia
sudah sering diajak oleh gurunya pergi ke suatu tempat -yang dilalui angin
kencang, berjurang terjal di antara bukit-bukit yang menjulang tinggi di dekat
pantai Selat Makassar. Penulis menduga bahwa tempat yang dulunya digunakan
untuk berlatih ilmu menolak angin tersebut, lokasinya sekarang ini adalah tempat
dimana berdirinya Stadion Mattoangin.
Di tempat yang dilalui angin
kencang inilah Pangeran Natas Angin berlatih Ilmu kanuragan dan ilmu tenaga
dalam dengan cara berlatih menolak atau menghalau angin dengan
kedua telapak tangannya. Berkat kegigihan semangat, ketekunan, keyakinan, serta
penghayatannya dalam berlatih ilmu, akhirnya pangeran Natas Angin memperoleh
keberhasilan. Pada usia sembilan tahun sudah berhasil menguasai ilmu
"tolak angin", yaitu kemampuan menghalau angin dengan kedua telapak
tangannya sehingga angin berbalik arah.
Kemampuan Pangeran Natas Angin
dalam menghalau angin ini akhirnya diketahui oleh orang banyak, termasuk juga diketahui
oleh pihak keluarga kerajaan. Karena kemampuannya "menghalau" angin
tersebut, lantas masyarakat adat Kerajaan Gowa memberinya nama sebutan
"Mangemba", bahasa Makassar berarti "menghalau". Sejak saat
itu namanya dikenal dengan Daeng Mangemba Nattisoang, bahasa Makassar berarti "Pangeran
yang Menghalau Angin"
Meskipun Pangeran Natas Angin
hanya seorang anak sipuwue, namun karena memiliki ilmu kesaktian yang tinggi,
ia sering diajak mendampingi ayahandanya berperang untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan
lain. Pada tahun 1511 Pangeran Natas Angin berjasa dalam menaklukkan negeri Garassi,
yaitu dengan cara menghempaskan panglima perang kerajaan Garassi dengan pukulan
tenaga dalam. Akibat pukulan itu, bagian belakang kepala panglima perang
Garassi membentur batu dan akhirnya tewas.
Pada suatu hari dalam tahun 1512,
Pangeran Natas Angin diajak ayahandanya untuk mendampingi baginda memerangi
orang-orang Islam dari Jawa yang tinggal di Kampung Pammolingkang,
daerah sekitar Gowa.
Komunitas Islam dari Jawa yang tinggal di daerah
sekitar Gowa ini berjumlah sekitar 100 orang, dan dipimpin oleh Kyai Sulasi,
orang Gowa menyebutnya I Galasi.
Raja Gowa ke-9 memerangi orang-orang
dari Jawa karena termakan hasutan sahabat barunya, yaitu orang-orang Portugis
yang telah berhasil menguasai Malaka sejak tahun 1511. Portugis mengatakan kepada
baginda, bahwa orang-orang Islam dari Jawa yang tinggal di sekitar Gowa itu
harus diperangi karena mereka adalah sekutu Katir, yaitu seorang pemuda
dari Jawa (Jepara) yang sering mengadakan perlawanan terhadap orang-orang Portugis
di perairan Selat Malaka.
Pemuda Katir ini di mata
orang-orang Portugis di-cap sebagai seorang bajak laut di perairan Selat
Malaka yang paling ditakuti. la sering memblokir dan merompak kapal-kapal
dagang pengangkut beras kiriman dari Jawa yang di-impor Portugis untuk
memenuhi kebutuhan Malaka, sehingga orang-orang Portugis mengalami kekurangan makanan.
Apabila Katir memiliki cukup bekal bahan makanan, maka perlawanan terhadap
Portugis diteruskan. Namun jika Katir kehabisan bekal makanan, maka perang
dihentikan dan akan diteruskan lagi setelah memperoleh bekal bahan makanan.
Siapakah Katir dan Kyai Sulasi (I Galasi) itu?
Sebenarnya antara Katir, Kyai
Sulasi (l Galasi), dan Pangeran Pati Unus (putera Sultan Fattah) sudah
bersahabat erat sejak masih usia remaja. Katir adalah putera salah seorang
pembesar Kerajaan Demak, sedangkan Kyai Sulasi adalah putera Syeh Khadlir
Mularasa, seorang ulama asli dari Demak. Syeh Khadlir Mularasa ini adalah
seorang ulama ahli Qura’an yang ditunjuk oleh Sultan Fattah untuk mengajar mengaji
Al-Qura’an kepada para putera Sultan Fattah, di antaranya adalah: Pangeran
Sekar, Pangeran Pati Unus, dan Pangeran Trenggono. Jadi antara Katir, Kyai
Sulasi, dan Pangeran Pati Unus ini sudah menjalin persahabatan sejak mereka
sama-sama berguru mengaji Al-Qura’an kepada Syeh Khadlir Mularasa. Di kemudian
hari mereka bertiga ini dikenal sebagai tokoh pemuda Jawa yang sangat gigih
memerangi orang-orang Portugis yang menguasai Selat Malaka.
Saat Pangeran Pati Unus
diangkat sebagai adipati di Jepara. ayah Katir diangkat sebagai penasihatnya
dan ikut pindah ke Jepara. Tidak lama setelah menjabat sebagai adipati di
Jepara, Pangeran Pati Unus mendengar kabar bahwa Portugis menguasai Selat Malaka
dan menjalankan politik monopoli perdagangan di sana.
Tindakan Portugis ini dinilai
oleh Pati Unus sangat merugikan pihak Jepara dan Demak yang sebelumnya sudah menjalin
hubungan dagang dengan Malaka. Pangeran Pati Unus atas restu Sultan Fattah di
Demak berniat untuk memerangi orang-orang Portugis yang menguasai Malaka
tersebut. Maka diaturlah siasat sebagai berikut :
- Katir, dikirim ke Malaka dengan membawa pasukan sebanyak 100 orang. Misi utama Katir adalah untuk menghubungi raja-raja di sekitar Selat Malaka agar bersedia menjadi sekutu bagi armada Demak pada saat Menggempur Portugis di Malaka secara besar-besaran pada tanggal 1 Januari 1513 nanti.
- Kyai Sulasi, dikirim ke Gowa dengan membawa 100 orang. Misi utama Kyai Sulasi sama dengan misi Katir, hanya berbeda wilayah tugasnya.
Ternyata misi rahasia Katir di
Selat Malaka dan Kyai Sulasi di Gowa ini tercium oleh orang-orang Portugis.
Itulah sebabnya, pada Juni 1512, Portugis meminta Raja Gowa ke-9 agar memerangi
orang-orang lslam dari Jawa yang tinggal di Kampung Pammolingkang (dekat
Gowa).
Demi memenuhi permintaan
orang-orang Portugis yang dianggap sebagai sahabatnya, Raja Gowa ke-9 membawa
300 orang prajurit ke Kampung Pammolingkang untuk menggempur orang-orang Kyai
Sulasi yang hanya berjumlah 100 orang. Namun sebelum perang besar terjadi,
untuk menghindari jatuhnya banyak korban dari rakyat kecil yang tidak berdosa, Kyai
Sulasi segera membuat siasat cerdik. Ia menantang raja Gowa untuk berduel adu
kesaktian.
Karaeng Tumapa'risi Kallona
adalah seorang raja kesatria yang gagah berani. Baginda menyambut baik
tantangan duel dari Kyai Sulasi. Prajurit masing-masing pihak diperkenankan
menonton duel tersebut secara terbuka. Setelah melalui pertarungan yang sengit,
akhirnya baginda raja mengakui kesaktian Kyai Sulasi. Pada pertarungan
tersebut, Pangeran Natas Angin tidak mau membantu ayahandanya karena mengetahui
bahwa ayahandanya berada di pihak yang keliru. Ia hanya menonton saja ketika
leher ayahandanya mengalami cidera terkena jurus pukulan jarak jauh yang
dikirimkan oleh Kyai Sulasi.
Melihat kenyataan tersebut,
baginda raja tidak marah kepada puteranya yang tidak mau membantunya. Rupanya
baginda menyadari kekeliruan sikapnya karena telah menuruti kemauan Portugis memerangi
orang-orang Islam dari Jawa, yang sebenarnya tidak memiliki kesalahan terhadap
raja. Bahkan akhirnya, baginda justeru mengabulkan niat putranya yang ingin
ikut membantu perjuangan "Laskar Pati Unus" untuk menggempur Portugis
di Selat Malaka, yang direncanakan akan dilancarkan pada tanggal 1 Januari
1513.
Berhijrah ke Demak
Tercatat dalam buku Sejarah
Nasional Indonesia III (Nugroho Notosusanto,1993 : 50), bahwa kekuatan
armada Demak yang dikerahkan ke Selat Malaka berjumlah 10.000 prajurit yang mengendarai
100 jung (kapal). Rute yang ditempuh adalah: Pelabuhan Jepara, melewati
perairan Selat Bangka, Selat Berhala, perairan Riau, dan akhirnva menuju Selat
Malaka. Ketika armada Demak sampai di perairan Selat Berhala (perairan di
sebelah barat Pulau Singkep), armada Demak terhambat oleh amukan badai topan.
Akibat serangan badai tersebut, beberapa kapal armada Demak mengalami
kerusakan, bahkan ada kapal yang terbalik sehingga prajuritnya tercebur ke laut
dan akhirnya tewas.
Melihat keadaan yang sangat membahayakan
itu, Daeng Mangemba Nattisoang cepat mengambil inisiatif dan segera bertindak.
llmu "Menolak Angin" yang dikuasainya segera diamalkannya Atas izin
Tuhan Yang Maha Kuasa, angin topan tatas (berhasil dihalau) oleh Daeng
Mangemba Nattisoang sehingga akhirnya armada Demak bisa melanjutkan perjalanan
sampai ke Selat Malaka.
Oleh sebab jasanya berhasil
"mengatasi" angin topan yang menggila tadi, Pangeran Pati Unus
berkenan menganugerahkan nama sebutan "Pangeran Penatas Angin"
sebagai pengganti nama Daeng Mangemba Nattisoang yang agak sulit diucapkan oleh
lidah orang Jawa. Nama ini sesuai dengan
nama gelar dari negeri asalnya Daeng "Mangemba" Nattisoang, bahasa
Makassar artinya "Pangeran yang menghalau angin”. Nah, sejak saat
itu nama "Pangeran Penatas Angin" atau ”Pangeran Natas Angin" menjadi
lebih dikenal oleh masyarakat luas hingga sekarang.Setelah badai topan reda, akhirnya armada Demak berhasil rnencapai
Selat Malaka. Perang besar antara armada Demak dan armada Portugis pun tidak
terelakkan lagi. Tercatat dalam sejarah, perang terjadi pada tanggal 1 Januari
1513. Dalam perang tersebut armada Demak mengalami kekalahan telak. Dari 100
kapal dengan 10.000 prajurit, hanya tinggal tujuh buah kapal dengan sekitar 700
prajurit yang selamat dan kembali ke Jawa.
Sungguh pilu hati Pangeran
Natas Angin menyaksikan kekalahan tragis armada Demak tersebut. Senjata dari
kapal-kapal Portugis dirasakan terlalu berat untuk dilawan. Daya bunuh meriam
dari kapal-kapal Poilugis sangat besar, sehingga dalam waktu yang singkat saja
bisa menghancurkan puluhan kapal-kapal armada Demak dan menewaskan ribuan
prajuritnya. Peristiwa tersebut, numbuhkan rasa simpati Pangeran Natas Angin
terhadap armada Demak, dan memuncuIkan anti pati (kebencian) terhadap
orang-orang Portugis.
Terdorong oleh rasa simpatinya
terhadap armada Demak yang semuanya adalah orang-orang Islam dari Jawa,
akhirnya Pangeran Natas Angin memutuskan untuk berhijrah ke Demak. Ia tidak mau
pulang ke Gowa, melainkan terus ikut kapal Kyai Sulasi pergi ke Jawa untuk berguru
ilmu-ilmu agama lslam sambil nrengabdikan diri di Kerajaan lslam Demak.
Menjadi Murid Sunan Kalijaga
Sudah bulat tekad di dalam hati
Pangeran Natas Angin untuk berhijrah ke Demak meninggalkan tanah kelahiran dan
sanak keluarganya, meninggalkan segala kemewahan dunia sebagai putera raja,
juga meninggalkan tradisi spiritual yang sangat pekat diwarnai oleh ketaatan
ajaran kepercayaan leluhur di Kerajaan Gowa secara turun temurun.
Keterlibatannya dalam membantu
perang besar antara armada Demak dengan Portugis di Selat Malaka telah
memberikan pelajaran hidup yang sangat berharga bagi Pangeran Natas Angin.
Bahwa ternyata, kebahagiaan hidup itu tidak dapat dicapai hanya melalui kemewahan
harta dunia. Orang bisa mencapai kebahagiaan hidup yang sempurna, justru
setelah ia mampu "meninggalkan keduniawian" dengan ikhlas. Pendapat
ini dipahaminya melalui peristiwa nyata, yang ditangkap dari sikap ksatria yang
telah dicontohkan oleh ribuan prajurit Demak yang telah gugur dalam perang besar
melawan penjajahan Portugis di Selat Malaka.
Selama dalam perjalanan ke
Jawa, Pangeran Natas Angin memperoleh banyak penjelasan berharga dari Kyai Sulasi
(l Galasi), bahwa para prajurit Demak sanggup berperang dengan gagah berani dan
mereka rela berkorban apa saja demi membela kebenaran dan keyakinan agamanya
(lslam). Dalam pandangan lslam diyakini, bahwa "cinta tanah air'' adalah
sebagian dari iman kepada Allah SWT.
Orang-orang portugis, di mata
prajurit Demak dipandang sebagai Bangsa asing pendatang yang ingin menjajah dan
menguasai Negeri-negeri di Nusantara. Dengan melakukan politik monopoli
perdagangan di Selat Malaka, orang-orang Portugis terbukti sudah mengganggu dan
mengancam kepentingan umum. Maka berperang melawan mereka itu wajib hukumnya,
dan nanti mati di dalamnya adalah syahid (mati di dalam perjuangan
membela kebenaran dan keadilan).
Kyai sulasi menjelaskan kepada Pangeran
Natas Angin, mati syahid adalah dambaan bagi setiap orang Islam karena dijanjikan
oleh Allah akan memperoleh pahala surga. Surga adalah sebaik-baik balasan dari
Allah di alam akhirat kelak, dan surga Allah hanya bisa diraih seseorang
melalui perjuangan dan pengorbanan yang sangat besar. Surga Allah itu akan ditemukan
kelak di alam akhirat, tetapi jalannya harus dicari dan diperjuangkan sejak kita
masih hidup di dunia ini melalui amal perbuatan dan ibadah-ibadah sesuai ketentuan
agama. Para prajurit Demak yang beragama Islam melihat bahwa perang besar melawan
orang-orang Portugis adalah "jalan" untuk menuju surga Allah. Itulah
sebabnya mereka berbondong-bondong menempuh jalan secara ikhlas, semata mencari
ridlo Allah.
Begitulah, selama dalam
perjalanan menuju Jawa tersebut Pangeran Natas Angin telah banyak bertukar
wawasan tentang “kemuliaan hidup” dengan Kyai Sulasi, sahabat barunya. Dari
perbincangannya dengan Kyai Sulasi itu hati Pangeran Natas Angin mulai tertarik
ingin mempelajari agama Islam lebih dalam lagi. Lantas keinginan hatinya itu
disampaikannya tanpa ragu kepada Kyai Sulasi. Kyai sulasi menyarankan jika
Pangeran Natas Angin ingin mempelajari lebih dalam lagi tentang agama islam,
maka sebaiknya ia berguru kepada Kanjeng Sunan Kalijaga. Namun untuk bertemu
dengan Kanjeng Sunan Kalijaga itu, tidak gampang karena beliau sering
berpindah-pindah tempat untuk mengajarkan agama lslam kepada para penduduk.
Kyai Sulasi memperoleh kabar, bahwa terakhir kali Kanjeng Sunan Kalijaga berada
di Kadipaten Tegal. Oleh karena itu ia segera membawa kapalnya langsung menuju
ke Pelabuhan Tegal. Setelah kapal berlabuh di pelabuhan tegal, Pangeran Natas
Angin berpisah dengan Kyai Suiasi. Selanjutnya Pangeran Natas Angin bermukim di
pesisir tegal hingga dua tahun.
Mengingat bahwa Pangeran Natas
Angin itu adalah seorang pemuda keturunan raja tentu kepergiannya ke tanah Jawa
sudah berbekal berbagai macam ilmu dan berbudi pekerti yang luhur. Maka tidak
mengherankan jika dalam waktu yang singkat saja Pangeran Natas Angin sudah
dapat hidup membaur dengan masyarakat setempat. Pangeran Natas Angin adalah seorang
pemuda gagah yang berwatak keras, namun hatinya lembut. Ia gemar memberi pertolongan
kepada siapa saja yang membutuhkan pertolongan. Orang yang sakit diobati, orang
miskin disantuni, orang yang lemah dibela, budak belian dimerdekakan.
Demikianlah perlakuan Pangeran
Natas Angin kepada para penduduk di sekitar Pantai tegal pada waktu itu. Sikap
dan perlakuan Pangeran Natas Angin membuat dirinya mudah diterima dalam bergaul
dengan orang banyak. Sehingga dalam waktu yang relatif singkat Pangeran
Natas Angin sudah dikenal dan dihormati penduduk setempat. Sambil menjalani
kehidupan sehari-harinya di pantai Tegal, Pangeran Natas Angin terus-menerus memasang
telinga untuk mendengar khabar dari warga tentang keberadaan Kanjeng Sunan
Kalijaga. Setelah bermukim di pantai Tegal selama dua tahun, akhirnya Pangeran
Natas Angin melanjutkan perjalanan mencari Sunan Kalijaga ke Negeri Demak. Tahun
1515 M Pangeran Natas Angin sampai di Demak.
Singkat cerita Pangeran Natas
Angin Akhirnya bertemu dengan Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga bersedia
membimbing Pangeran Natas Angin dalam mempelajari keluasan ilmu-ilmu Islam,
tetapi dengan syarat Pangeran Natas Angin harus lulus ilmu pandadaran
atau ujian terlebih dahulu. maksud diadakannya ujian ini untuk mengetahui
kemampuan awal serta untuk mengukur seberapa besar kemantapan hati Pangeran Natas
Angin ingin berguru kepada Kanjeng Sunan Kalliaga. Dengan mengetahui kemampuan
awal siswa, maka sang Guru akan dapat memberikan pelajaran yang tepat dan bijaksana
kepada siswanya.
Tiga Materi Ujian dari Sunan Kalijaga.
Ringkas cerita pada waktu dan tempat yang telah ditentukan, Pangeran
Natas Angin bersiap menjalani pendadaran atau ujian. Ada tiga macam ujian yang
diberikan Sunan Kalijaga kepada Pangeran Natas Angin yang kesemuanya menurut intuisi
penulis, mengandung makna filosofis yang sangat mendalam.
Ujian pertama, tentang Pengendalian Diri. Sunan
Kalijaga menciptakan api yang berkobar-kobar, Pangeran Natas Angin diminta
supaya bisa nyirep atau memadamkan api tadi sebelum merusak (membakar)
sekeliling dan merugikan penduduk. Pangeran Natas Angin mohon izin kepada Kanjeng
Sunan Kalijaga untuk menjawab ujian yang pertama. Kanjeng Sunan mengijinkan,
kemudian dengan bemodalkan izin dari Guru, Pangeran Natas Angin berdoa memohon pertolongan
dari Gusti Allah Yang Maha Kuasa. Seketika terjadi keanehan alam. Langit
tiba-tiba mendung tebal, petir menyambar di angkasa, kemudian disusul turunnya
hujan deras mengguyur api yang berkobar-kobar tadi. Api akhirnya padam, dan Pangeran
Natas Angin dinyatakan lulus pada ujian yang pertama. Ujian yang pertama ini mengandung
pelajaran hikmah yang menggambarkan, bahwa orang yang akan meraih
keutamaan itu terlebih dahulu harus bisa mengendalikan hawa nafsu angkara murka.
Nafsu angkara murka digambarkan api besar yang berkobar-kobar. Jika tidak
disirep atau dikendalikan, salah-salah api tadi bisa membakar segala sesuatu, termasuk
merusak diri sendiri.
Untuk dapat mengendalikan nafsu
maka seseorang harus membersihkan hati, merasa kosong, lemah tak berdaya
kecuali dengan pertolongan dari Allah Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan ketika seorang
hamba sudah bisa mencapai keadaan kosong, maka datanglah keadaan isi berupa rahmat
serta pertolongan dari Allah Tuhan Yang Maha Agung. Rahmat dan pertolonqan
Allah digambarkan dengan turunya hujan deras mengguyur dan Memadamkan api yang menyala-nyala.
Ujian Kedua, tentang Kepemimpinan. Sunan Kalijaga
mendatangkan lebah yang beribu-ribu ekor jumlanya. Kanjeng Sunan Kalijaga kemudian
meminta kepada Pangeran Natas Angin supaya merekayasa, dengan cara
bagaimana agar ribuan ekor lebah tadi tidak membuat rusak dan menimbulkan
kerugian bahkan syukur-syukur lebah itu bermanfaat bagi sekalian umat. Sebelum
menjawab ujian kedua, Pangeran Natas Angin tidak lupa memohon izin kepada Kanjeng
Guru Sunan Kalijaga. Setelah memperoleh restu, selanjutnya, Pangeran Natas
Angin berdoa memohon pertolongan Allah Yang Maha Kuasa. Berkat pertolongan
Allah. tiba-tiba di tempat tersebut bermunculan rumah lebah yang disebut tala
sampai ratusan lempeng jumlahnya, Lempeng-lempeng tala tadi menempel di
sela-sela pelepah pohon nyiur yang terdapat disekitar sekeliling arena
pendadaran tersebut. Seketika ribuan lebah tadi terbang berduyun-duyun saling berebut
tempat memasuki tala yang memang sudah selayaknya menjadi rumah lebah. Melihat
kenyataan itu, puaslah hati Sunan Kalijaga. Pangeran Natas Angin dinyatakan
lulus pada ujian yang kedua. Ujian yang kedua ini mengandung hikmah pelajaran
bahwa utama-utamanya manusia itu adalah orang yang dapat menggunakan daya akal
atau pikirannya agar menghasilkan karya yang membawa manfaat kepada umat.
Menggunakan daya akal dan pikirnya untuk menata, memimpin, dan mengarahkan semua
warga dengan baik, serta bisa menempatkan derajat kemanusiaan di tempat yang layak.
Jika semua warga sudah bisa diopeni dengan baik, tentu mereka tidak akan
membuat kerusakan, apalagi berbuat keonaran. Malah sebaliknya, warga akan bisa menghasilkan
karya besar yang bermanfaat besar bagi kehidupan. Digambarkan seperti lebah
yang istiqomah mendiami rumah tala, lama-lama akan menghasilkan madu
yang suci, halal, dan banyak sekali manfaatnya.
Ujian ketiga, ujian yang terakhir
tentang Keyakinan dan Kebersihan hati. Kanjeng Sunan Kalijaga melakukan
besut sukma. Sukma Kanjeng Sunan Kalijaga naik ke angkasa bersembunyi di
balik mega. Pangeran Natas Angin disuruh mencari dan menemukan sukma Kanjeng
Sunan Kalijaga. Jika berhasil pada Ujian ini, Kanjeng Sunan Kalijaga berjanji
akan menerima Pangeran Natas Angin sebagai murid yang paling dikasihi lahir dan
batin, sejak di dunia sampai di akhirat. Mendengar janji Kanjeng Guru seperti
itu, Pangeran Natas Angin merasa bergembira. Jauh di dalam lubuk hatinya
tersimpan keyakinan, bahwa dengan berbekal restu Bapa Guru, pastilah Gusti Guru
Yang Maha Pengasih akan memberi pertolongan. Pangeran Natas Angin pun segera
mengheningkan cipta, membayangkan dirinya terbang ke angkasa selalu mengikuti
kemana Kanjeng Sunan Kalijaga pergi. Setelah berhasil menciptakan bayangan
seperti itu, lantas beliau pasrah bersandar pada kekuasaan Allah, sambil berdoa
memohon pertolongan-Nya agar bisa melakukan besut sukma seperti halnya yang
tadi dilakukan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga. Doanya terkabul, sukma pangeran
Natas Angin meninggalkan raga naik ke angkasa, menerobos awan dan mega-mega, di
dalam karsa ingin menemukan di mana sukma Sang Guru Sejati berada. Berkat
petunjuk dan pertongan dari Gusti Allah, akhirnya sukma pangeran Natas Angin berhasil
menemukan sukma Sunan Kalijaga. Selanjutnya, dengan bertempat di angkasa,
Kanjeng Sunan Kalijaga memberikan wejangan kepada Pangeran Natas Angin tentang
kemuliaan dan keutamaan ajaran agama lslam juga dengan bertempat di angkasa,
Kanjeng Sunan Kalijaga menuntun Pangeran Natas Angin untuk memasuki gerbang
agama Islam, yaitu dengan cara mengucapkan kalimat syahadatain. “ Asyhadu
an laa ilaaha illallaah, wa asyhadu annaa Muhammadan rasulullah." (Aku
bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
utusan Allah). Ujian ketiga ini mengandung dua macam pelajaran hikmah. Pertama,
bahwa hubungan murid dengan guru harus tembus lahiriyah dan bathiniyahnya. Si murid
harus mau dan berani bersusah payah demi memperoleh berkah ilmu dari guru, Sebaliknya
si Guru harus suci lahir batinnya, memberikan ilmu kepada si murid hanya yang
benar-benar haq dan dapat dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. Kedua
menggambarkan sakralnya kalimah syahadatain sebagai gerbang rnemasuki
agama Islam, agama Yang paling mulia dan utama di hadapan Allah SWT. sehingga
harus dilakukan ditempat yang tinggi (awang-awang).
Selesailah sudah ujian yang
diberikan kepada Pangeran Natas Angin. Kanjeng Sunan Kalijaga bergembira di
dalam hati karena calon muridnya lulus, dengan mulus tak ada kekurangan suatu
apa. Selanjutnya pangeran Natas Angin diperintah Kanjeng Sunan Kalijaga supaya mengabdikan
dirinya di Kasultanan Demak Bintoro dengan dasar rajin, dermawan
dan ikhlas.
Kanjeng Sunan Kalijaga mengajarkan
kepada Pangeran Natas Angin, bahwa ada kewajiban tiga perkara yang harus dijalankan
supaya manusia berhasil menemukan kemuliaan hidup di dunia hingga di akherat. Pertama
harus selalu taat kepada Gusti Allah, kedua harus taat kepada
Rasulullah, dan ketiga harus taat kepada para pemimpin. Termasuk taat
kepada pemimpin adalah taat kepada Guru. Taat ketiga-tiganya penerapannya harus
berdasarkan pada Al-Qur’an dan Al-Hadist. Kitab Al-Qur’an dan Al-Hadist itu
merupakan sumber peraturan hidup yang harus dimengerti. Setelah dimengerti
harus dijalani. Sebab tanpa guna orang yang ngalim kitab tanpa disertai ngalim
laku. Kunci mabrurnya ngalim laku itu terletak pada dua sifat, yaitu Rajin
dan dermawan (jawa : dhokoh dan loma). Siapa saja yang
bisa menjalani dua sifat tadi dalam laku hidupnya, ya disitulah akan
ditemukan jalan terdekat untuk bisa menjadi kekasih Allah (waliyullah),
sebab sebenarnya para kekasih Allah itu memperoleh keluasan Rahmat dan Ridla
dari Allah, bukan karena banyaknya ibadah yang dijalankan, tetapi karena
keikhlasan hati dalam menjalani sifat dhokoh (rajin) dan loma
(dermawan/pengasih) terhadap sesama manusia.
Menjadi orang dhokoh dan loma
itu sangat berat cobaannya, sebab biasanya orang dhokoh (rajin) itu akan
dijadikan kongkonan (suruhan) dan orang yang loma
(dermawan/pengasih), biasanya akan dijadikan langganan. Dhokoh dan loma
saja masih belum sempurna, jika belum disertai rasa Ikhlash, semata-mata
karena merindukan keridlaan Allah. Demikianlah wejangan dasar yang diterima
Pangeran Natas Angin dari Sunan Kalijaga. Selanjutnya Pangeran Natas Angin
diperintahkan Sunan Kalijaga supaya mengabdi di Kerajaan Islam Demak serta
menunjukkan darma baktinya bagi kejayaan Kesultanan Demak dengan dasar Dhokoh,
loma dan iklas.
Pangeran Natas Angin Murid Pertama Sunan
Kalijaga?
Menurut cerita yang pernah
dituturkan oleh Abah Moezaini Abdul Ghofoer (ayah mertua penulis), Pangeran
Natas Angin adalah murid pertama dari Sunan Kalijaga (Raden Sahid). Saat itu
Sunan Kalijaga baru saja memperoleh Anugerah Agung dari Allah SWT, memperoleh
wejangan ilmu hakikat “Iman Hidayat” dari Nabi Khidhir AS. Sejak itu
nama Sunan Kalijaga semakin terkenal sebagai tokoh Walisanga yang memiliki
keluasan ilmu-ilmu agama Islam, terutama dalam bidang kajian ilmu tasawuf.
Beliau juga terkenal sebagai tokoh yang sakti mandraguna (memiliki karomatullah tingkat tinggi). Banyak sekali tokoh-tokoh pada
zamannya yang ingin berguru ilmu-ilmu agama
lslam dan juga ilmu-ilmu kesaktian
kepada Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga mempunyai empat
orang murid utama, di samping juga memiliki
ratusan bahkan ribuan murid –murid lainnya. Keempat orang murid utama Sunan
Kalijaga adalah :
- Pangeran Natas Angin atau nama aslinya Daeng Mangemba Nattisoang.
- Ki Ageng Pandan Arang atau Sunan Tembayat
- Mas Karebet atau Jaka Tingkir, di kemudian hari menjadi raja pajang bergelar Sultan Hadiwijaya
- Saridin atau Syekh Jangkung dalam cerita rakyat dikenal sebagai tokoh yang besar- jasanya dalam menghubungkan persahabatan antara Kerajaan Mataram Islam dengan Kerajaan Ngerum di turki.
Setelah
Sunan Kalijaga berhasil membimbing
Pangeran Natas Angin mencapai tataran yang diinginkan, Sunan Kalijaga berkenan
memberikan anugerah nama kepada Pangeran Natas Angin dengan sebutan Sunan Ngatas Angin. Julukan ini diberikan oleh Sunan
Kalijaga untuk menggambarkan tingginya tingkat keyakinan, ketaatan,
dan kesetiaan Pangeran Natas Angin terhadap ajaran sang Guru sehingga
akhirnya berhasil menguasai ilmu-ilmu tingkat tinggi.
Ilmu-ilmu
yang diajarkan oleh Sunan Kalijaga kepada para murid utamanya adalah ilmu-ilmu
yang bersumber dari para gurunya. Sunan Kalijaga mempunyai dua orang guru
spiritual yang utama yaitu Sunan Bonang dan Nabi Khidzir Alaihis
salam. Nabi khidzir di kalangan para penghayat kebatinan Jawa disebut juga Sang
Pajuningrat, sedangkan di kalangan para
hukama (ahli ilmu hikmah) disebut
Para lautan Majazi. Cara Sunan
Kalijaga dalam membimbing perjalanan tarekat para muridnya pun sesuai dengan
cara yang telah diterima dari gurunya.
yakni bermazhab Syafi’i (ahli sunnah wal jama'ah).
Jasa-jasa Pangeran
Natas Angin di Kerajaan Demak
Daeng
Mangemba Nattisoang atau Pangeran Natas Angin atau Sunan Ngatas Angin mengabdi
di Kesultanan Demak Bintoro selama 53 tahun (1515-1569). Beliau senantiasa sendika
dhawuh, siap melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan dasar dhokoh,
loma dan ikhlash. Sebab beliau meyakini tuntunan yang telah
diajarkan oleh bapa gurunya, Kanjeng Syeh Sunan Kalijaga, bahwa taat pada pemimpin itu merupakan salah satu sarana
atau jalan untuk memperoleh ridla dari Gusti Allah Yang Maha Agung.
Besar
sekali jasa pengabdian beliau pada Kesultanan Demak Bintoro, mulai sejak jaman pemerintahan Sultan Fatah (Raja Demak l), Sultan Pati Unus (Raja Demak ll), sampai jaman pemerintahan Sultan Trenggono (Raja Demak III). Berikut adalah jasa-jasa pengabdian Pangeran Natas Angin pada Kerajaan Islam Demak.
- Ikut memperkuat Laskar Pati Unus dalam penyerangan Portugis ke Selat Malaka dan berjasa menyelamatkan armada Demak dari amukan badai di Selat berhala sehingga armada Demak dapat melanjutkan perjalan sampai ke Selat Malaka.
Tahun 1515 (pada masa akhir pemerintahan Sultan Fatah), Pangeran Natas Angin menjadi prajurit tamtama. Mengingat bahwa beliau adalah seorang putra raja maka tataran ilmu kanuragan, ilmu olah
keprajuritan, dan ilmu kesaktian beliau sudah tidak perlu diragukan lagi. Maka prestasinya di bidang kemiliteran
sangat cemerlang.
- Menjadi senopati perang Kerajaan Demak.
Pada tahun 1518 M, Kanjeng Sultan Fatah (Raja Demak l) wafat. Menurut penuturan Abah Moezaini (almarhum) hari wafatnya Kanjeng Sultan Fatah itu bertepatan pada hari Senin Wage malam Selasa Kliwon (Malem
Anggara Kasih). Beliau wafat tidak lama setelah selesai menunaikan qiyamul lail di masjid, waktunya
antara pukul 01.00 dan 01.30. Satu hal yang patut
diketahui bahwa beliau Kanjeng Sultan Fatah
memiliki
kebiasaan senaantiasa ngurip-urip
(menghidupkan) i’tikaf di masjid yang dibangun
para Walisongo (Masjid Agung
Demak). waktunya dari jam dua belas malam sampai jam satu dini hari. Setelah Kanjeng Sultan Fatah wafat, Pangeran Pati Unus kemudian diwisuda naik tahta sebagai Raja ke-2 di Kesultanan Demak. Pada saat Pangeran Pati Unus menjadi raja, Pangeran Natas
Angin diangkat sebagai salah seoarang Senopati perang di Kesultanan Demak
Bintoro. Pengangkatan Pangeran Natas Angin sebagai salah seorang senopati
perang ini berdasarkan pertimbangan karena beliau dinilai mumpuni dalam
hal ilmu kesaktian dan ilmu perang. Di samping jasa Pangeran Natas Angin
menyelamatkan Armada Demak dari amukan badai pada waktu menyerang Portugis di
Selat Malaka dulu.
Sultan Pati Unus memerintak Kasultanan Demak
hanya dalam waktu singkat, sekitar 3 tahun saja, karena beliau wafat pada tahun
1521 dalam usia muda. Tahta kerajaan kemudian beralih kepada Pangeran
Trenggono, adik Pati Unus. Kedudukan Pangeran Natas Angin sebagai salah seorang
Senopati perang di Kasultanan Demak Bintoro ini terus berlanjut hingga masa
pemerintahan raja Demak ke-3, yaitu Sultan Trenggono.
- Jasa-jasa Pangeran Natas Angin pada masa pemerintahan Sultan Trenggono.
Sultan Trenggono memerintah Kasultanan Demak dari
tahun 1521-1546 M. Pada masa pemerintahan Sultan Trenggono, kedudukan Pangeran
Natas Angin di Kerajaan Demak semakin tinggi dan penting. Selain sebagai salah
seorang senopati perang Kasultanan Demak, beliau juga seorang penasehat raja di
bidang strategi militer.
Sebagai seorang senopati perang, Pangeran Natas
Angin sering ikut menjalankan kewajiban perang menaklukan kerajaan-kerajaan lain
yang belum menganut Islam. Diantaranya adalah :
·
Ikut menaklukan Kerajaan Daha, Kediri (tahun 1527)
·
Ikut menaklukan kerajaan Sunda Pajajaran (Tahun 1527)
·
Ikut menaklukan Bandar Sunda Kelapa (22 Juni 1527)
·
Ikut menaklukan Madiun (tahun 1530)
·
Ikut menaklukan kerajaan Singasari (Tahun 1546)
·
Ikut menaklukan Pasuruan (Tahun 1546)
Ketika menaklukkan Pasuruan, Kanjeng Sultan
Trenggono gugur di medan perang, tetapi membawa berkah bagi Pangeran Natas Angin,
karena dalam peperangan ini beliau justeru menemukan jodoh,bernama Dewi Gayatri.
Dewi Gayatri adalah puteri dari Bupati Pasuruan yang berhasil ditaklukan oleh
Pangeran Natas Angin dalam adu kesaktian, dan beliau bersedia memeluk lslam, asalkan Pangeran Natas Angin bersedia menerima puterinya sebagai istri.
Pada masa pemerintahan
Sultan Trenggono, Pangeran Natas Angin atau berjuluk Sunan Ngatas Angin
mempunyai kedudukan "paling
tinggi" di antara para Sunan yang masih terlibat langsung pada urusan negara masa itu. Hal ini
tercantum dalam Kitab Pustaka darah Agung, tulisan R. Darmowasito (1937), Bab "Kalenggahanipun
para Wali" (Kedudukan para
wali) tertulis sebagai berikut:
- Sunan Ngatas Angin
- Sunan Giri
- Sunan Bonang
- Sunan Ngargopuro
- Sunan Cirebon
- Sunan Geseng
- Sunan Mojoagung
- Sunan Kalijaga
- Wali Penutug sewu (Wali Penerus Seribu)
- Sunan Kudus
- Sunan Tembayat
Dari
gambaran di atas dapat diketahui siapa sebenarnya Pangeran Natas Angin. Beliau adalah seorang
tokoh yang sangat besar jasa pengabdiannya bagi kejayaan Kerajaan lslam Demak. Patut diduga bahwa beliau termasuk salah seorang dari sekian banyak waliyullah yang pada zaman kerajaan
Islam Demak tempo dulu yang telah dipersatukan oleh Allah dari berbagai penjuru Nusantara. Para
Kekasih Allah itu terpanggil dan berkumpul di bumi Demak Bintoro untuk berjuang menyiarkan dan menegakkan agama Islam ke berbagai penjuru negeri.
Sepeninggal Sultan Trenggono terjadi intrik perebutan kekuasaan oleh para putra/keluarga raja sehingga mengakibatkan runtuhnya kejayaan Demak. Kesultaan Demak Bintoro yang tadinya besar dan berwibawa, bisa runtuh nyaris tak berbekas karena terjadi intrik di dalam keluarga kerajaan. Sesama
saudara tega saling membunuh karena
didorong ambisi kekuasaan.
Menurut penuturan Abah Moezaini, peristiwa saling bunuh yang terjadi di keluarga Kerajaan Demak ini, oleh para Walisongo disebut dengan istilah rebut bathok bolu isi madu. Hal itu dipandang oleh para wali dan para
sesepuh sebagai aib, hal tabu yang sangat memalukan dan tidak pantas
diungkit-ungkit lagi. Para wali dan para sesepuh kemudian berdoa kepada Allah agar aib ini ditutup
rapat-rapat oleh Allah sepanjang masa. Itulah sebabnya sampai sekarang bekas-bekas Kerajaan Demak tidak bisa diketahui di mana letaknya karena tertutup oleh bathok (tempurung kelapa) yang telah di-sabda oleh Walisanga.
Runtuhnya
Kesultanan Demak membuat kecewa hati para sesepuh dan para wali songo yang dulu
ikut membangun dan membesarkan Kesultanan Demak. Perasaan kecewa terhadap runtuhnya
Kerajaan Demak yang diakibatkan oleh intrik keluarga, dialami juga oleh Pangeran Natas Angin secara
pribadi.
Namun sebagai orang luar, beliau tidak bisa berbuat banyak. Beliau hanya bisa berdoa, semoga pengabdian yang pernah diberikan selama ikut membangun dan membesarkan Kerajaan Demak diterima oleh Allah SWT sebagai amalan yang baik.
Setelah Kerajaan Demak berakhir, Pangeran Natas Angin
mohon izin kepada Bapa Guru Kanjeng Sunan Kalijaga ingin meninggalkan urusan
duniawi. Oleh Sunan Kalijaga, Pangeran Natas Angin disarankan
untuk menunaikan ibadah haji di tanah suci Mekah-Medinah. Pangeran Natas
Angin pun segera melaksanakan ibadah haji. Selesai berhaji, beliau
tidak segera pulang ke Tanah Jawa, tetapi meneruskan perjalanan ke utara menyeberang Laut Merah, sampai Mesir, Libya, dan Aljazair. kemudian
berhenti di Maroko (Maghribi).
Perjalanan ke Utara yang dilakukan oleh Pangeran Natas Angin setelah
berhaji ini dilakukan dalam rangka "napak tilas"
perjalanan lbnu Batutah, seorang alim waliyullah dari Maroko, yang pada
tahun 1345 Masehi dulu sudah pernah mengunjungi Kerajaan Samudra Pasai.
Pangeran Natas Angin bermukim di Negara Maroko sampai dua tahun lamanya. Beliau bertempat tinggal di masjid kuno yang pada jaman dulu sering digunakan oleh lbnu
Batutah untuk i’tikaf (beribadah dan bermunajat) kepada Allah. Selama dua tahun di masjid Maroko tersebut, Pangeran Natas
Angin memperbanyak ibadah, sujud dan bertafakur untuk lebih menghayati pengabdiannya kepada Gusti Allah. Sampai sekarang tempat pasujudan Pangeran Natas Angin di masjid kuno Maroko tersebut dianggap keramat oleh sebagian penduduk setempat. Adapun lokasi/tempat pasujudan Pangeran Natas
Angin adalah di belakang
pengimaman sebelah kiri.
Setelah dua tahun bermukim di masjid Maroko, Pangeran Natas Angin pulang ke Tanah Jawa dan menemui Sunan Kalijaga. Kanjeng Sunan Kalijaga kemudian menyarankan agar Pangeran Natas Angin pergi dari Demak ke arah tenggara, sampai menemukan tempat yang “cocok di hati". Di tempat tersebut Pangeran Natas Angin harus mengamalkan ilmu untuk syiar agama Islam.
Berangkatlah Pangeran Natas Angin menjalankan perintah Guru Kanjeng Sunan Kalijaga. Beliau berjalan ke arah "tenggara" sampai akhirnya menemukan tempat atau daerah yang cocok di hati, yaitu daerah yang sekarang disebut Dukuh Tahunan Putatsari, Kecamatan Grobogan Kabupaten Grobogan. Pangeran Natas Angin bermukim di sana selama ± 17 tahun dan mendirikan masjid serta pesantren sederhana. Beliau menyiarkan ajaran Islam kepada penduduk setempat dengan “Penggulawentah” yang baik sehingga semakin lama semakin banyak siswa/santri yang berguru kepada Pangeran Natas Angin. Banyak para tamtama dan punggawa Kerajaan Pajang dan Mataram lslam yang pernah berguru agama lslam ataupun ilmu olah keperwiraan kepada Pangeran Natas Angin di Dukuh Tahunan ini. Di kalangan penduduk Dukuh Tahunan dan sekitarnya, Pangeran Natas Angin terkenal sebagai tokoh ulama’ yang sakti mandraguna. Rakyat setempat meyakini bahwa
salah seorang murid utama Pangeran Natas Angin yang bernama Kusumoyudha
adalah termasuk salah seorang tumenggung di Kerajaan Mataram ketika pemerintahan
Sutowijoyo (raja I).
Tahun 1588 Masehi, bertepatan dengan tanggal 10 Muharram tahun 1009 Hijriyah. Pangeran
Natas Angin wafat dalam usia 90 tahun dan dimakamkan di Kompleks Makam
Raja-raja Demak (di sekitar Masjid Agung Demak). Makam Pangeran Natas Angin ini
ada di tiga tempat, yaitu di Demak, di Dusun Tahunan, Desa Putatsari Kecamatan
Grobogan Kabupaten Grobogan serta di Tegal.
Pangeran
Natas Angin meninggalkan seorang isteri bernama Nyai Gayatri dan dua orang
putera bernama Imam Prakosa dan Dewi Kosasih. Setelah Pangeran
Natas Angin wafat, kehidupan isteri beliau dan kedua puteranya diurus oleh
Tumenggung Kusumoyudha sebagai tanda hormat dan baktinya kepada Guru. Oleh
Tumenggung Kusumoyudho, putera dan puteri Pangeran Natas Angin, yaitu Imam
Prakosa dan Dewi Kosasih diajak bersama-sama mengabdi di kerajaan Mataram
Islam. Konon kabarnya, makam Nyai Gayatri, Imam Prakosa dan Dewi Kosasih berada
di Klaten. Namun sampai sekarang penulis belum bisa memastikan keberadaan kabar
tersebut.
Khoul Pangeran
Natas Angin Minggu ke-3 Bulan Muharram.
Masyarakat
Demak khususnya di Kampung Genggongan, Mangunjiwan, Kabupaten Demak dan
masyarakat Dukuh Tahunan, Desa Putatsari Kabupaten Grobogan setiap bulan
Muharram mengadakan haul untuk memperingati hari wafat Pangeran Natas Angin.
Haul di Demak diselenggarakan oleh Jama’ah SIWIZAI Kabupaten Demak,
bertempat di halaman rumah Abah Moezaini, Jalan Bhayangkara Baru Nomor 22
Mangunjiwan, Demak. SIWIZAI adalah suatu perkumpulan / jama’ah dengan
rangkaian ibadah terdiri atas sillaturrahim, wirid, ziarah
dan iktikaf. Perkumpulan ini didirikan oleh Abah Moezaini Abdoel Ghofoer
sejak tahun 1996 atas dawuh Pangeran Natas Angin.
Tahun
ini insya Allah khoul Pangeran Natas Angin di Demak akan dilaksanakan besok
pada 19 Pebruari 2006. Penulis atas nama panitia mengundang dan memanggil semua
santri SIWIZAI ataupun para ahli sillaaturrahim dimana saja untuk
berpartisipasi dalam pendanaan maupun penyelenggaraan khoul tersebut. Siapa
yang masih mau dan mampu berkhikmah melaksanakan wejangan Pangeran Natas Angin
untuk senantiasa dhokoh dan loma dalam bershodakoh..... hayo?!*.
Adapun
Khoul Pangeran Penatas Angin di dusun Tahunan Desa Putatsari Kec./ Kab.
Grobogan diadakan setiap tanggal 17 Muharram.
“Mari
kita mempererat tali sillaturrahim serta menumbuh kembangkan rasa cinta kepada
Ahlul bait dan Ahlul Qur’an”.
(Penulis
adalah anak menantu Abah Moezaini, tinggal di Kauman IV, Bintoro, Demak).
Pepali Sunan
Ngatas Angin
(Pesan Mulia Sunan Ngatas Angin)
1. Ridhaning Gusti mudhun nitis-netes-netes marang saliro gumantung
aneng ridhaning wong atuwo-mu, guru kiyahi-mu, lan pemimpin-mu sowang-sowang.
Ridlo
Allah SWT akan turun “netes-netes-nitis” kepada dirimu, tergantung dari ridlo
orang tua, guru kyaimu, dan pemimpinmu masing-masing.
2.
Berkahing ngelmu
murub-mancur sebab soko darmo-bektining santri marang guru-kiyahi, yaiku kanthi
laku: yakin, taat lan setyo tuhu.
Keberkahan
ilmumu akan menyala dan mengucur sebab pengabdian dari seorang santri terhadap
guru-kyai, yakni dengan cara menjalankan sikap yakin, taat dan setia.
3.
Mukmin sejati kudu bisa nindakake laku surat, laku ayat, lan
laku selawat, yaiku kanthi dhasar dhokoh, loma tur lilo (ikhlas) ing ndalem
nindakake saben perkoro kabecikan lan kesalehan.
Seorang
mukmin sejati harus bisa menjalankan ibadah kepada Allah (dengan melakukan
kebaikan dan keshalihan) yang didasari dengan ilmu yang bersumber dari
Al-quran, al-hadis, dan teladan dari Nabi Muhammad SAW yakni dengan sikap
rajin, dermawan dan ridlo (Ikhlas).
Comments
Post a Comment