بسم الله الرحمن الرحيم .
حَامِدًا لِلّهِ وَمُصّلِّيًا عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ
وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ.
أَللّهُمَّ
إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ أَوْ
أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلَيَّ, رَبِّ زِدْنِي
عِلْمًا، وَوَسِّعْ لِي فِي رِزْقِي، وَبَارِكْ لِي فِيْمَا رَزَقْتَـنِي،
وَاجْعَلْنِي مَحْبُوْبًا فِي قُلُوْبِ عِبَادِكَ، وَعَزِيْزًا فِي عُيُـوْنِهِمْ،
وَاجْعَلْنِى وَجِيْـهًا فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمِنَ الْمُقَرَّبِيْنَ، يَا
كَثِيْرَ النَّوَالِ، يَا حَسَنَ الْفِعَالِ، يَاقَائِمًا بِلاَ زَوَالٍ، يَا
مُبْدِأً بِلاَ مِثَالٍ، فَلَكَ الْحَمْدُ، وَلَكَ الْمِنَّةُ، وَلَكَ الشَّرَفُ
عَلَى كُلِّ حَالٍ. وَصَلَّى الله عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ
وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ، وَالْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ، أما بعد
Hadirin yang dimulyakan Allah SWT,
Dalam kesempatan kali ini kami ingin mengajak
anda semua untuk selalu mencintai junjungan kita yakni Nabi Agung Muhammad SAW.
Sebab sesungguhnya Beliau juga sangat mencintai kita semua sebagai umat-Nya.
Beliau menginginkan kita agar kelak menjadi umat yang bisa dibanggakan di sisi
Allah SWT sebagai umat terpilih melebihi umat-umat para Nabi dan Rasul lainya.
Dan memang kasih sayang Rasulullah SAW terhadap kita semua terbawa hingga kelak
di Yaumil Mahsyar.
Diceritakan bahwa Beliau Rasulullah SAW saking
perhatianya kepada kita, disaat ajal menjemput bukan ketakutan atas diri beliau
sendiri, bukan takut kehilangan anak isteri ataupun pangkat apalagi harta benda
yang beliau khawatirkan. Tapi Apa?? Ternyata beliau mengkhawatirkan bagaimana
nasib kita kelak di hari qiyamat..
Bagaimana cerita selengkapnya? Mari kita
mencermati hikayat berikut.
Pagi itu meski
langit mulai menguning, burung-burung enggan mengepakan sayapnya. Dengan suara
terbata Rasulullah memberikan petuah : Wahai Umatku, kita semua ada dalam
kekuasaan Allah dan Cinta Kasih-Nya. Kuwariskan kepada kalian 2 hal yakni
Al-Qur’an dan As-sunah. Barang siapa mencintai sunnah ku berarti mencintai aku
dan kelak orang-orang yang mencintai aku akan bersama-sama aku. Khutbah singkat
itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya
satu per satu.
Abu Bakar menatap
mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan
tangisnya. Usman menghela napas panjangnya dan ali menundukan kepalanya
dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. Tanda-tanda itu
semakin kuat ketika ali dan fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang lemah
lunglai saat turun dari mimbar. Ketika Matahari kian tinggi, ternyata pintu
Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya Rasulullah terbaring lemah.
Dengan keningnya yang berkeringat dan basah, pelepah kurma yang menjadi alas
tidurnya.
Hadirin yang dimulyakan Allah SWT,
Tiba-tiba
terdengar ucapan salam dari balik pintu. “Boleh saya masuk?” lelaki itu
bertanya. Namun Fatimah tidak mengizinkannya masuk ruangan. “Maaf, ayah saya
sedang sakit, “kata Fatimah. Ia berbalik kembali dan menutup pintu.
Nabi Muhammad saw.
membuka matanya dan bertanya, “Siapa dia, putriku?”
“Aku tidak tahu
ayah. Ini pertama kali aku melihatnya,” kata Fatimah lembut.
“Ketahuilah
putriku, dia adalah yang menghapuskan kenikmatan sementara! Dialah yang
menceraikan persahabatan di dunia. Dialah sang Malaikat Maut,” kata Rasulullah
SAW. Fatimah menahan genangan air matanya. Malaikat maut datang
kepada-Nya
Tetapi Rasulullah
SAW pun bertanya mengapa Jibril tidak datang bersamanya. Kemudian
Rasulullah SAW menatap putrinya dengan pandangan nanar, seolah-olah ia tak
ingin kehilangan setiap bagian dari wajah putrinya itu.
Kemudian, Jibril
dipanggil. Jibril sebenarnya telah siap dia langit untuk menyambut ruh
Rasulullah sang pemimpin Bumi.
“Wahai Jibril,
jelaskan kepadaku tentang hak-hakku di hadapan Allah!”, Rasulullah SAW bertanya
dengan suara yang sangat lemah.
“Pintu-pintu
langit telah dibuka. Para malaikat sedang menunggu ruh Anda. Semua pintu Surga
terbuka luas menunggu Anda” kata Jibril.
Namun
kenyataannya, jawaban itu tidak membuat Rasulullah saw. lega.
Matanya masih
penuh kekhawatiran.
“Apakah Anda tidak
senang mendengar kabar ini?” tanya Jibril.
“Ceritakan tentang
nasib umatku di masa depan” kata Rasulullah saw.
“Jangan khawatir,
wahai Rasulullah, saya mendengar Allah berkata:” Aku haramkan Surga untuk semua
orang, sebelum umat Muhammad memasukinya, ” kata Jibril.
Hadirin yang dimulyakan Allah SWT,
Waktu bagi
malaikat Izrail melakukan pekerjaannya semakin dekat dan dekat.
Perlahan-lahan, ruh Rasulullah saw. dicabut.
Perlahan-lahan, ruh Rasulullah saw. dicabut.
Tampak tubuh
Rasulullah saw. bermandikan peluh, saraf lehernya menegang.
“Jibril, betapa sakit ini!” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam sallalahu mengerang dengan perlahan.
“Jibril, betapa sakit ini!” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam sallalahu mengerang dengan perlahan.
Fatimah memejamkan
mata, Ali yang duduk di sampingnya tertunduk dalam dan Jibril pun memalingkan
mukanya. “Apakah aku sedemikian menjijikkan sehingga engkau memalingkan muka
wahai Jibril?” Rasulullah saw. bertanya.
“Siapa yang bisa
tahan melihat Kekasih Allah di ambang sakaratul mautnya?” kata Jibril.
“Bukan untuk berlama-lama,” kemudian Rasulullah saw. mengerang karena sakit yang tak tertahankan.
“Bukan untuk berlama-lama,” kemudian Rasulullah saw. mengerang karena sakit yang tak tertahankan.
“Ya Allah betapa
besar Sakaratul maut ini. Berikan kepadaku semua rasa sakit, tapi jangan untuk
Umatku.”
Tubuh Rasulullah
saw. mendingin, kaki dan dadanya tidak bergerak lagi.
Dengan berlinang air mata, bibirnya bergetar seakan ingin mengatakan sesuatu.
Ali mendekatkan telinganya ke Rasulullah saw., “Jagalah shalat dan jagalah orang-orang lemah di antara kamu.”
Dengan berlinang air mata, bibirnya bergetar seakan ingin mengatakan sesuatu.
Ali mendekatkan telinganya ke Rasulullah saw., “Jagalah shalat dan jagalah orang-orang lemah di antara kamu.”
Sekali lagi, Ali
mendekatkan telinganya ke Rasulullah saw. dan dengan mulut yang telah membiru
serta air mata berlinang, Rasulullah berucap lirih: “Ummatii , Ummatii,
Ummatii…” “Umatku, umatku, umatku…“
Sementara di luar
ruangan, ada tangisan, ada kegaduhan. Para sahabat saling berpelukan. Fatimah
menutup wajahnya dengan kedua tangan. Mata air meleleh begitu deras. Tubuh
lunglai, lemas tidak berdaya. Wajah–wajah merunduk khusyuk. Tak ada suara
kecuali desahan nafas panjang dan isak tangisan. Di tengah suasana mencekam
tersebut, seorang lelaki datang dan dengan suara lantang menggambarkan
keteguhan, berkhutbah, “Barang siapa menyembah Muhammad maka sesungguhnya
Muhammad telah wafat. dan barang siapa menyembah Allah maka sesungguhnya Allah
Maha Hidup dan tak akan pernah meninggal”. Lelaki yang tidak lain adalah Abu
Bakar As Shiddiq ra itu kemudian membacakan firman Allah:
وَمَا
مُحَمَّدٌ إِلاَّ رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِن مَّاتَ أَوْ
قُتِلَ انقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَن يَنقَلِبْ عَلَىَ عَقِبَيْهِ فَلَن
يَضُرَّ اللّهَ شَيْئاً وَسَيَجْزِي اللّهُ الشَّاكِرِينَ ﴿١٤٤﴾
Muhammad itu tidak
lain hanyalah seorang rasul, sungguh Telah berlalu sebelumnya beberapa orang
rasul. apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)?
barangsiapa yang berbalik ke belakang, Maka ia tidak dapat mendatangkan
mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada
orang-orang yang bersyukur (QS Ali Imran: 144).
Mendengar ini
semua orang-orang mulai tersadar dari keterlenaan duka dan rasa seolah tidak
percaya bahwa Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wasallam, manusia yang
paling mereka cintai melebihi diri sendiri telah meninggal dunia. Umar ra yang
tadi bahkan mengacungkan pedang mengancam akan membunuh setiap orang yang
mengatakan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam telah wafat kini
mulai sadar dan mengatakan, “Sepertinya aku tidak pernah membaca ayat ini saja”
Hadirin yang dimulyakan Allah SWT,
Renungilah, betapa
sayang Rasulullah kepada kita hingga menjelang wafat-Nya pun Beliau masih
mengingat dan menghawatirkan nasib kita. Beliau mengajarkan kepada kita untuk
selalu mengikuti ajaranya dalam Al-Qur’anu karim serta hadis-hadis beliau.
Beliau menyuruh kita untuk selalu menjaga shalat dan menjaga orang-orang lemah.
“Bersyukurlah
kita mempunyai pimpinan sehebat Rasulullah SAW, Bersyukurlah kita menjadi
Umat-Nya. Semoga kita bisa berkumpul dengan Rasulullah SAW keak dalam naungan
syafaat-Nya” Tentunya melalui jalan selalu mengingat beliau, selalu bershalawat
kepada beliau sebagaimana diterangkan dalam sebuah Hadis :
عَنْ
أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ ص .م قَالَ : مَا مِنْ
أَحَدٍ يُسَلِّمُ عَلَيَّ إِلاَّ رَدَّ اللهُ عَلَيَّ رُوْحِيْ حَتَّى أَرُدَّ
عَلَيْهِ السَّلاَمَ (رواه أحمد وأبو داوود)
Dari Abi Hurairah
Radhiyallahu ‘anhu dari Rasulillah SAW beliau bersabda : “Tidak ada dari setiap
kaum muslim yang mengucap salam kepadaku kecuali Allah akan mengembalikan ruh
pada jasadku kemudian aku akan menjawab salam itu” (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Allahumma sholli
‘Aaa sayyidinaa Muhammad.
Comments
Post a Comment